Senin, 18 November 2013

Aturan Sekolahan

Posted by Unknown On 06.13 No comments

Kenapa siswa dilarang memiliki rambut panjang? kenapa kenapa baju gak boleh dikeluarin? apakah rambut itu mempengaruhi kepribadian? apakah baju itu mempengaruhi IQ seseorang?seorang teman saya bertanya pada saya,”kenapa sih aku gak boleh ikut pelajaran penjas?apakah karena badanku gendut sehingga tak punya ukuran baju?”.
ternyata sang pengajar melarangnya ikut olah raga karena dia tidak memakai baju olahraga. apakah baju itu lebih berharga daripada niat tulus untuk belajar?? saya bingung sebenarnya apasih peraturan itu? sederet kalimat yang ada kata “diwajibkan” dan “sanksi”, yang dibuat agar siswa teratur,disiplin,patuh,sopan. tapi itu hanya sisi positifnya saja…
tentu peraturan dibuat bukan untuk dilanggar. tetapi,sebagian siswa merasa harus merubah aturan yang dianggap kurang bermutu itu. tak semua siswa berambut panjang itu bodoh atau nakal,karena rambut tak mempengaruhi akal pikiran.meskipun ia botak kalau memang nakal ya tetap nakal,meskipun rambutnya panjang tapi kalau asalnya pintar ya pintar.tahukah… mereka yang kurang PeDe akan rambutnya akan malas turun kesekolah karena malu dengan rambutnya yang tak cocok apabila dicukur pendek = mereka akan belajar bolos.bolos itu tak hanya disebabkan oleh faktor malas tetapi juga malu.itu semua akibat ATURAN.
begitupun dengan seragam yang hanya menjadi logo/formalitas belaka. siswa yang ingin sekolah diharuskan memakai seragam lengkap dengan atributnya.
mengapa orang barat dan jepang yang tak memakai seragam dan gondrong2 rambutnya bisa menguasai dunia dengan kepintarannya. banyak orang yang rapi,disiplin,pandai menjadi musuh masyarakat/koruptor.itu semua hanya topeng belaka, jangan mendidik siswa dengan topeng.
andai saja peraturannya seperti ini,”SISWA YANG INGIN SEKOLAH DIWAJIBKAN MEMILIKI NIAT INGIN BELAJAR YANG IKHLAS”.
seakan-akan niat tulus itu tak berarti apa-apa dibandingkan bp3 dan seragam sekolah.
itu sebabnya banyak siswa nakal menjadi pembangkang,karena mereka sekolah tidak didasari niat itu tadi.Saya baru saja membaca atrikel di Posmetro soal Razia Rambut yg dilakukan di SMP 1 Belakang Padang Kepri. Kalo razia rambut untuk anak laki2 sih biasa, kadang ada sekolah yg melarang siwa laki2 untuk memiliki rambut panjang. Hal itu wajar. Tapi ini razia rambut untuk siswi perempuan?! Pihak sekolah memiliki peraturan melarang siswinya untuk memiliki rambut panjang. Beberapa waktu kemarin pihak sekolah mengadakan razia rambut, yg kemudian mendapat protes dr pihak ortu murid. Masalahnya ternyata ada siswi yg rambutnya sudah pendek seperti polwan tetapi mashh di potong scr paksa sehingga menjadi tidak karuan. Ortu murid pun tidak mampu berbuat byk karena mereka diancam jk tidak setuju dgn peraturan sekolah maka lebih baik mereka memindahkan anaknya ke sekolah lain saja.
Kalau razia terhadap rambut yg berwarna/dicat saya masih maklum. Tapi kalau melarang rambut panjang kok kayaknya aneh ya? Apalagi harus cepak. Saya mengutip perkataan salah satu guru yg dikonfirmasi yg ditulis oleh harian Posmetro masalah razia yg telah dilaksanakan pihak sekolah "Rambutnya memang pendek di bagian belakang tetapi panjang di bagian depan, bak model atau artis, karena itulah rambutnya dipotong. Model rambut mereka bukan seperti seorang siswi tapi bak artis. Kalalu memang mau jadi artis jangan disini, ini lembaga pendidikan." Membaca perkataan tersebut saya jd berpikir?! Apa salahnya jd artis?! Byk ortu bahkan guru dan sekolahan sekarang yg malah bangga jika anak didiknya menjadi artis?! Memang kalau jd artis tidak boleh sekolah?! Artis juga perlu pendidikan bukan?! Lagi pula ini adalah anak2 SMP yg masih sangat muda, calon remaja yg masih ABG, yg terkadang sangat sensitif dgn penampilan mereka. Kalau rambut mereka di potong secara paksa bagaimana perasaan mereka? Toh SMP 1 bukanlah sekolah militer atau semi militer seperti SMU Taruna Nusantara di Magelang yg mgkn mengharuskan siswinya berambut pendek. Jadi apa tujuannya sekolah memberlakukan razia tsb? Apakah sekedar ingin menegakkan disiplin & peraturan sekolah? Atau mgkn ada kejadian di masa lampau yg menyebabkan SMP 1 menerapkan peraturan tsb? Saya tidak tau. Tapi kok tetap menurut saya ada yg aneh dari penetapan peraturan/pelaksanaan razia tsb. Bagaimana menurut Anda?Seminar PDP kami selasa kemarin menampilkan seorang guru yang sudah mengajar selama 30 tahun di SMA Suzaku di Kyoto. Namanya Pak Ichikawa. Beliau mengajar Biologi. Kedatangan Pak Ichikawa di forum seminar kami bertujuan untuk menjelaskan tentang survey sekolah yang dilaksakan di SMA Suzaku.
Tapi ada hal menarik yang saya tangkap dalam pembicaraan beliau yang mengasyikkan selama hampir 2.5 jam non stop, yaitu tentang peraturan sekolah di SMA Suzaku. Anak-anak Suzaku tak diwajibkan memakai seragam, tapi mereka tidak diperbolehkan mengenakan asesoris tertentu.
Beberapa peraturan yang terdengar lucu adalah : rambut tidak boleh di-pam, di-punk, atau bergaya rambut Don king atau gaya rambut yang aneh. Wanita tidak boleh mengenakan sepatu berhak atau sepatu yang berbunyi ketika dipakai berjalan. Laki-laki tidak boleh memakai anting. HP tidak boleh dinyalakan ketika belajar.
Aturan-aturan itu mungkin sedikit aneh bagi beberapa sekolah yang mewajibkan seragam. Tapi bagi SMA Suzaku aturan itu perlu dibuat karena siswa bebas memakai pakaian sopan apa saja ke sekolah. Ketika pertama kali diterapkan, banyak siswa yang menentang. Tapi Pak Ichikawa punya resep agar anak-anak Suzaku mau mengikuti peraturan sekolah. Intinya beliau mengajak anak-anak yang menentang untuk berdialog, dan menanyai mereka alasan penentangan plus menjelaskan kenapa rambut tak boleh di-pam atau sepatu tak boleh berbunyi.
Ya, rambut yang di-pam memang tak perlu disisir (kalau disisir, pam-nya rusak-red). Anak-anak yang mempunyai rambut gaya pam, selalu disibukkan dengan memegang-megang rambutnya agar membentuk gelombang (pam), dan ini seringkali mengganggu konsentrasi mereka. Satu lagi, biayanya mahal (di Nagoya, sekitar 7 ribu yen).
Lalu kenapa tak boleh memakai sepatu berhak ? Karena sepatu berhak bising ! Bunyinya ‘urusai’ (ribut) kata orang Jepang. Saya paling tak suka jika berjalan di stasiun ketika menuruni tangga berpapasan dengan gadis-gadis Jepang yang memakai sepatu berhak dan berbunyi tak-tak-tak atau tuk-tuk-tuk. Mereka sepertinya menikmati sekali bunyi itu, sebab selalu saja mereka berlari dan tak berusaha berjalan pelan-pelan agar suara bisa diredam. Sedangkan telinga saya hampir pekak rasanya !
Peraturan di sekolah harus merupakan sesuatu yang masuk akal ! Pak Ichikawa mengatakan anak-anak SMA adalah orang dewasa yang masih mature tapi bisa memahami istilah “jama” (= mengganggu). Maksudnya, peraturan dibuat agar orang lain tak merasa terganggu. Dan anak-anak pun dibiasakan berfikir mengapa mereka tak boleh begini tak boleh begitu, sebab orang lain akan terganggu.
Tentu saja agak sulit menanamkan ini di tengah upaya guru menanamkan pengertian “jiyu” (kebebasan). Sebab selama bertahun-tahun pendidikan Jepang adalah pendidikan yang terkungkung, tanpa mengenal kata demokrasi dan kebebasan. Namun menarik untuk menganalisa, bagaimana ide kebebasan itu diajarkan di Jepang sementara konsep “kekakuan, kesopanan ” ala Jepang masih harus dipertahankan.

Selain menyodorkan peraturan yang sudah jadi kepada siswa, ada baiknya juga menanyai mereka peraturan apa yang mesti diperbaharui, atau dibuat supaya sekolah menjadi aman untuk belajar. Yang ini biasanya tidak dilakukan di sekolah-sekolah, termasuk SMA Suzaku.

0 komentar:

Posting Komentar