Kenapa siswa dilarang memiliki rambut panjang? kenapa kenapa
baju gak boleh dikeluarin? apakah rambut itu mempengaruhi kepribadian? apakah
baju itu mempengaruhi IQ seseorang?seorang teman saya bertanya pada saya,”kenapa
sih aku gak boleh ikut pelajaran penjas?apakah karena badanku gendut sehingga
tak punya ukuran baju?”.
ternyata sang pengajar melarangnya ikut olah raga karena dia
tidak memakai baju olahraga. apakah baju itu lebih berharga daripada niat tulus
untuk belajar?? saya bingung sebenarnya apasih peraturan itu? sederet kalimat
yang ada kata “diwajibkan” dan “sanksi”, yang dibuat agar siswa
teratur,disiplin,patuh,sopan. tapi itu hanya sisi positifnya saja…
tentu peraturan dibuat bukan untuk dilanggar. tetapi,sebagian
siswa merasa harus merubah aturan yang dianggap kurang bermutu itu. tak semua
siswa berambut panjang itu bodoh atau nakal,karena rambut tak mempengaruhi akal
pikiran.meskipun ia botak kalau memang nakal ya tetap nakal,meskipun rambutnya
panjang tapi kalau asalnya pintar ya pintar.tahukah… mereka yang kurang PeDe
akan rambutnya akan malas turun kesekolah karena malu dengan rambutnya yang tak
cocok apabila dicukur pendek = mereka akan belajar bolos.bolos itu tak hanya
disebabkan oleh faktor malas tetapi juga malu.itu semua akibat ATURAN.
begitupun dengan seragam yang hanya menjadi logo/formalitas
belaka. siswa yang ingin sekolah diharuskan memakai seragam lengkap dengan
atributnya.
mengapa orang barat dan jepang yang tak memakai seragam dan
gondrong2 rambutnya bisa menguasai dunia dengan kepintarannya. banyak orang
yang rapi,disiplin,pandai menjadi musuh masyarakat/koruptor.itu semua hanya
topeng belaka, jangan mendidik siswa dengan topeng.
andai saja peraturannya seperti ini,”SISWA YANG INGIN
SEKOLAH DIWAJIBKAN MEMILIKI NIAT INGIN BELAJAR YANG IKHLAS”.
seakan-akan niat tulus itu tak berarti apa-apa dibandingkan
bp3 dan seragam sekolah.
itu sebabnya banyak siswa nakal menjadi pembangkang,karena
mereka sekolah tidak didasari niat itu tadi.Saya baru saja membaca atrikel di
Posmetro soal Razia Rambut yg dilakukan di SMP 1 Belakang Padang Kepri. Kalo
razia rambut untuk anak laki2 sih biasa, kadang ada sekolah yg melarang siwa
laki2 untuk memiliki rambut panjang. Hal itu wajar. Tapi ini razia rambut untuk
siswi perempuan?! Pihak sekolah memiliki peraturan melarang siswinya untuk
memiliki rambut panjang. Beberapa waktu kemarin pihak sekolah mengadakan razia
rambut, yg kemudian mendapat protes dr pihak ortu murid. Masalahnya ternyata
ada siswi yg rambutnya sudah pendek seperti polwan tetapi mashh di potong scr
paksa sehingga menjadi tidak karuan. Ortu murid pun tidak mampu berbuat byk
karena mereka diancam jk tidak setuju dgn peraturan sekolah maka lebih baik
mereka memindahkan anaknya ke sekolah lain saja.
Kalau razia terhadap rambut yg berwarna/dicat saya masih
maklum. Tapi kalau melarang rambut panjang kok kayaknya aneh ya? Apalagi harus
cepak. Saya mengutip perkataan salah satu guru yg dikonfirmasi yg ditulis oleh
harian Posmetro masalah razia yg telah dilaksanakan pihak sekolah
"Rambutnya memang pendek di bagian belakang tetapi panjang di bagian
depan, bak model atau artis, karena itulah rambutnya dipotong. Model rambut
mereka bukan seperti seorang siswi tapi bak artis. Kalalu memang mau jadi artis
jangan disini, ini lembaga pendidikan." Membaca perkataan tersebut saya jd
berpikir?! Apa salahnya jd artis?! Byk ortu bahkan guru dan sekolahan sekarang
yg malah bangga jika anak didiknya menjadi artis?! Memang kalau jd artis tidak
boleh sekolah?! Artis juga perlu pendidikan bukan?! Lagi pula ini adalah anak2
SMP yg masih sangat muda, calon remaja yg masih ABG, yg terkadang sangat
sensitif dgn penampilan mereka. Kalau rambut mereka di potong secara paksa
bagaimana perasaan mereka? Toh SMP 1 bukanlah sekolah militer atau semi militer
seperti SMU Taruna Nusantara di Magelang yg mgkn mengharuskan siswinya berambut
pendek. Jadi apa tujuannya sekolah memberlakukan razia tsb? Apakah sekedar
ingin menegakkan disiplin & peraturan sekolah? Atau mgkn ada kejadian di
masa lampau yg menyebabkan SMP 1 menerapkan peraturan tsb? Saya tidak tau. Tapi
kok tetap menurut saya ada yg aneh dari penetapan peraturan/pelaksanaan razia
tsb. Bagaimana menurut Anda?Seminar PDP kami selasa kemarin menampilkan seorang
guru yang sudah mengajar selama 30 tahun di SMA Suzaku di Kyoto. Namanya Pak
Ichikawa. Beliau mengajar Biologi. Kedatangan Pak Ichikawa di forum seminar
kami bertujuan untuk menjelaskan tentang survey sekolah yang dilaksakan di SMA
Suzaku.
Tapi ada hal menarik yang saya tangkap dalam pembicaraan
beliau yang mengasyikkan selama hampir 2.5 jam non stop, yaitu tentang
peraturan sekolah di SMA Suzaku. Anak-anak Suzaku tak diwajibkan memakai
seragam, tapi mereka tidak diperbolehkan mengenakan asesoris tertentu.
Beberapa peraturan yang terdengar lucu adalah : rambut tidak
boleh di-pam, di-punk, atau bergaya rambut Don king atau gaya rambut yang aneh.
Wanita tidak boleh mengenakan sepatu berhak atau sepatu yang berbunyi ketika
dipakai berjalan. Laki-laki tidak boleh memakai anting. HP tidak boleh
dinyalakan ketika belajar.
Aturan-aturan itu mungkin sedikit aneh bagi beberapa sekolah
yang mewajibkan seragam. Tapi bagi SMA Suzaku aturan itu perlu dibuat karena
siswa bebas memakai pakaian sopan apa saja ke sekolah. Ketika pertama kali
diterapkan, banyak siswa yang menentang. Tapi Pak Ichikawa punya resep agar
anak-anak Suzaku mau mengikuti peraturan sekolah. Intinya beliau mengajak
anak-anak yang menentang untuk berdialog, dan menanyai mereka alasan
penentangan plus menjelaskan kenapa rambut tak boleh di-pam atau sepatu tak
boleh berbunyi.
Ya, rambut yang di-pam memang tak perlu disisir (kalau
disisir, pam-nya rusak-red). Anak-anak yang mempunyai rambut gaya pam, selalu
disibukkan dengan memegang-megang rambutnya agar membentuk gelombang (pam), dan
ini seringkali mengganggu konsentrasi mereka. Satu lagi, biayanya mahal (di
Nagoya, sekitar 7 ribu yen).
Lalu kenapa tak boleh memakai sepatu berhak ? Karena sepatu
berhak bising ! Bunyinya ‘urusai’ (ribut) kata orang Jepang. Saya paling tak
suka jika berjalan di stasiun ketika menuruni tangga berpapasan dengan
gadis-gadis Jepang yang memakai sepatu berhak dan berbunyi tak-tak-tak atau
tuk-tuk-tuk. Mereka sepertinya menikmati sekali bunyi itu, sebab selalu saja
mereka berlari dan tak berusaha berjalan pelan-pelan agar suara bisa diredam.
Sedangkan telinga saya hampir pekak rasanya !
Peraturan di sekolah harus merupakan sesuatu yang masuk akal
! Pak Ichikawa mengatakan anak-anak SMA adalah orang dewasa yang masih mature
tapi bisa memahami istilah “jama” (= mengganggu). Maksudnya, peraturan dibuat
agar orang lain tak merasa terganggu. Dan anak-anak pun dibiasakan berfikir
mengapa mereka tak boleh begini tak boleh begitu, sebab orang lain akan
terganggu.
Tentu saja agak sulit menanamkan ini di tengah upaya guru menanamkan
pengertian “jiyu” (kebebasan). Sebab selama bertahun-tahun pendidikan Jepang
adalah pendidikan yang terkungkung, tanpa mengenal kata demokrasi dan
kebebasan. Namun menarik untuk menganalisa, bagaimana ide kebebasan itu
diajarkan di Jepang sementara konsep “kekakuan, kesopanan ” ala Jepang masih
harus dipertahankan.
Selain menyodorkan peraturan yang sudah jadi kepada siswa,
ada baiknya juga menanyai mereka peraturan apa yang mesti diperbaharui, atau
dibuat supaya sekolah menjadi aman untuk belajar. Yang ini biasanya tidak
dilakukan di sekolah-sekolah, termasuk SMA Suzaku.
0 komentar:
Posting Komentar